Jika aku memilih sekolah dambaanku sendiri...

" aku capek sekolah. "

" ulangan lagi? stress! "

" ah, palingan remedial. "

beberapa keluhan seperti diatas sudah sering sekali aku dengar. bahkan beberapa kali aku turut serta mengucapkannya. aku baru saja menerima rapor kenaikan kelas, dan dalam hitungan 2 minggu lagi hingga hari liburku habis dan harus kembali ke sekolah, aku akan memulai tahun terakhir masa SMA ku. aku akan lulus, lalu aku akan kuliah. untuk memikirkannya saja aku gamang, terlebih lagi kalau aku sudah harus memikirkan masa depanku nanti. ke universitas mana aku akan melanjutkan pendidikanku? jurusan apa yang akan ku pilih? pertanyaan-pertanyaan seperti itu tidak hanya menghantui aku, tapi juga teman teman ku. karena bagi kami, pendidikan adalah hal terpenting.

alhamdulillah, tempatku bersekolah sekarang adalah sekolah dambaanku sejak dulu. SMA Negeri 8 Pekanbaru, sebuah sekolah favorit di kota ini. sejak SMP aku memang menargetkan memasuki sekolah ini, dan ternyata aku cukup beruntung. tetapi tentu saja, sekolahku menjadi sekolah favorit bukan tanpa alasan. disana adalah gunungan anak anak pintar, berprestasi, dan angkatan-ku adalah angkatan pertama yang menggunakan sistem SKS untuk sistem pembelajaran kami selama tiga tahun. mengenyam pendidikan di sekolahku tidaklah gampang, hingga sekarang kerap kali aku mengalami kesulitan walaupun lama-lama aku beradaptasi dan menyayangi sekolah ini. ya, tentu saja aku bangga menjadi bagian didalamnya.

gedung depan sekolah ku, kampus bidong.

aku hanya segelintir dari mereka yang beruntung mendapatkan sekolah dambaan mereka. banyak teman-teman yang terpaksa mengalihkan pandangan dari sekolah dambaannya karena banyak hal. entah karena nilai, karena lingkungan, atau mungkin ekonomi. tetapi sebenarnya, dimana pun kita bersekolah, tidak ada masalahnya. seperti aku, aku sekarang bersekolah di tempat yang aku idam-idamkan. tetapi aku juga sering mengeluh tentang kehidupan sekolahku. seharusnya tidak begitu, jika aku benar-benar berada di sekolah dambaanku.

 jadi sebenarnya, bagaimana kah sekolah dambaan itu?

bagi aku, sekolah hanyalah sarana. yang aku kejar dari "sekolah dambaan" itu bukan karena sekolah itu adalah sekolah favorit, tetapi isi didalamnya. didalam sekolah itu aku akan menemui guru-guru, mempelajari mata pelajaran yang ditentukan, dan kemudian aku akan melewati ujian kelulusan. aku rasa, apapun sekolahnya, unsur unsur tersebut tetap lah sama. siswa SMA lain pasti akan menemui hal yang sama dimanapun sekolah mereka. karena kita tahu, pendidikan di indonesia memiliki satu sistem untuk mengatur semua unsur tersebut.

disini aku mewakili teman teman seperjuangan untuk menunjukkan aspirasi serta ide mereka tentang bagaimana sekolah dambaan yang sebenarnya. karena harapan kami bukanlah menjadi siswa suatu sekolah saja, tetapi kami ingin menggapai cita-cita kami dan menjadikan sekolah sebagai senjata utama.



maka, aku berdiskusi dengan teman-temanku dijejaring sosial mengenai hal ini. aku mengirim pesan ke banyak orang atau broadcast message via blackberry messenger untuk bertanya kepada mereka bagaimana menurut mereka tentang "sekolah dambaan" para siswa.



maka, unsur pertama yang penting dalam mewujudkan sekolah dambaanku adalah guru. tenaga pengajar yang bekerja disekolah untuk mengajari kita pelajaran-pelajaran diberbagai bidang studi. kita juga sering mendengar istilah "guru adalah orang tua disekolah", atau kata mutiara "guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa.". ya, guru termasuk orang yang paling berjasa ketika kita sudah sukses nanti. bahkan sejak TK kita sudah dipertemukan dengan sosok guru.
untuk menjadi guru tidaklah gampang. seorang guru harus ahli dalam bidang studi yang diajarinya. aku tidak tahu persis syarat apa yang diperlukan untuk menjadi seorang guru. entah dia mungkin harus lulusan S-1 dulu, aku juga tak tahu persis. yang aku lihat kebanyakan guru memang memiliki titel sarjana pendidikan. walaupun tidak jarang guru itu sudah S-2 dan merangkap sebagai dosen, dan tidak jarang juga memiliki guru yang tidak ada gelarnya. tetapi yang jelas, seorang guru bisa diterima menjadi seorang guru karena ia  dipercaya telah menguasai suatu subjek pelajaran.

Jika aku memilih sekolah dambaanku sendiri, aku dan Nabila Sabrina Silvani ingin guru yang sesuai dengan harapan kami yaitu :

" guru guru yang tidak hanya berkompeten pada studinya saja tetapi juga memiliki psikologi yang baik dalam mengajar dan mendidik siswanya. dan gurunya juga harus bisa berkembang, tidak menolak akan perubahan dan masukan yang datang dari dunia luar. "

pesan yang dititipkan dari Nabila Sabrina Silvani


aku mengenal guru yang seperti ini. khususnya guru-guru senior, yang seringkali bertingkah kolot, kaku, dan merasa bahwa ialah yang terbaik. fakta terselubung yang aku amati adalah, semakin pintar guru tersebut, semakin susah dia mengajar. maksudku, banyak guru yang sudah S-2, memiliki pengalaman mengajar hingga puluhan tahun, tetapi tetap saja kami sebagai siswa sulit mengerti hal-hal yang ia ajarkan. kenapa? karena guru-guru seperti ini memiliki pemikiran bahwa mereka lah yang paling tahu. mereka lupa dengan kenyataan bahwa ilmu itu berkembang, sehingga pantang dikoreksi. caranya menyikapi siswa tahun '80 disamakannya dengan mengajari siswa zaman sekarang. tentu saja jelas berbeda, dan malah menciptakan ketidaknyamanan bagi kami. kami menjadi segan 20% dan takut 80%.
guru dambaan? tentu saja yang sebaliknya. jika aku memilih sekolah dambaanku sendiri, maka aku ingin sekolah dengan guru yang mengerti cara menyikapi kami para siswanya. aku ingin guru yang mengajar sekaligus turut belajar bersama kami. bisa diajak akrab tetapi tidak lupa tegas dan serius. tidak perlu menjadi keras untuk kami segani, dengan kemampuan plus kepribadian seorang guru yang membuat kami kagum, otomatis kami akan menyegani dan menyayangi tanpa harus diminta.

kemudian kita memiliki mata pelajaran. jumlah mata pelajaran disetiap sekolah berbeda-beda, walaupun sedikit banyaknya akan sama. dari SD sampai SMA kelas X, kita mempelajari berbagai macam mata pelajaran. sains dibagi lagi menjadi kimia, biologi, fisika. sosial dibagi lagi menjadi ekonomi, sosiologi, geografi, sejarah, pkn. bahasa dibagi lagi menjadi bahasa indonesia, bahasa inggris. kemudian tidak lupa pelajaran universal yaitu matematika, pendidikan agama, olahraga dan seni. sistem pendidikan indonesia juga mewajibkan pelajaran mengenai kebudayaan daerah, dimanapun sekolah itu berada. jadi apabila ada orang luar negeri yang menyatakan  bahwa mata pelajaran kita banyak, aku akui itu. tetapi tunggu, coba kita dengarkan sebuah pesan dari mentalist ternama, Deddy Corbuzier berikut:




berikut aku tuliskan poin-poin penting yang disampaikan oleh rekaman suara Deddy Corbuzier  diatas :

  • sekolah itu penting. walaupun sekolah itu penting, banyak hal yang salah didalam sekolah.
  • murid-murid dipaksakan untuk memiliki nilai yang baik
  • saat dewasa, tidak semua ilmu pelajaran sewaktu kecil dipakai
  • berikanlah pelajaran sesuai kemampuan dan minat sejak kecil

pesan dari Deddy Corbuzier itu adalah poin kasar dari kekurangan sistem pendidikan kita. hal ini juga disetujui oleh Noni Natasya Mayori saat dipertanyakan tentang sekolah dambaannya :

" ...mata pelajarannya harus disusun sesuai kemampuan dasar yang dimiliki siswa tersebut dan tidak membebankan siswa. "

pesan yang dititipkan Noni Natasya Mayori

jika aku memilih sekolah dambaanku sendiri, aku ingin sekolah yang secara total membimbing aku dalam satu tujuan : mendapatkan masa depan yang cerah.
menurutku, mempelajari begitu banyak mata pelajaran seperti sekarang ini membuat tujuan tadi terasa kabur. jujur saja, sering aku merasa tujuan aku belajar adalah untuk mendapatkan nilai yang bagus. aku harus berusaha menghapal-hapal sejarah, hanya demi sebuah kuantitas. walaupun di rapor tertera nilai yang diatas KKM, tetapi aku percaya bahwa ilmu sejarah itu tidak ada yang menempel diotakku,

aku ingin mata pelajaran khususnya untuk 3 tahun terakhir "bersekolah" ini hanyalah mata pelajaran yang aku minati, yang akan membantu banyak saat aku ingin menggapai cita-citaku. aku sekarang berada di jurusan IPA, dan ya, aku memang hanya berusaha 'belajar' pada 4 mata pelajaran (MIPA) penting itu saja. sisanya terasa seperti beban. kenapa aku masih harus mempelajari sejarah? kenapa aku harus mempelajari pkn?
baiklah, mempelajari sejarah negara kita itu penting. jika dilihat dari segi "penting", tentu saja semua mata pelajaran terasa "penting". tetapi tolong garis bawahi ini, penting bukan berarti dibutuhkan.
memang, perubahan sistem pendidikan seperti yang Deddy Corbuzier bilang terlalu drastis dan bertolak belakang dengan sistem pendidikan yang ada. jika aku bisa memilih sekolah dambaanku sendiri, aku ingin mengubah sistemnya sedikit saja. aku ingin mata pelajaran yang banyak-banyak itu, hanya dipelajari di pendidikan dasar, yakni SD dan SMP. dan mempelajarinya pun tidak pula untuk didalami, tetapi sekedar untuk dimengerti. seperti pendidikan kewarnegaraan, bagiku tidak ada gunanya menghapal nomor ketetapan MPR. kenapa pendidikan kewarnegaraan tidak dimanfaatkan menjadi mata pelajaran untuk membangun moral bangsa? bukan dengan "menghapal" butir-butir pancasila, tetapi mengamalkannya dalam bentuk praktek seperti turun ke lapangan membantu saudara-saudara yang membutuhkan untuk mengamalkan sila ke 5. begitu pula dengan pelajaran bahasa indonesia. seharusnya cara belajar "bahasa" itu adalah dengan memperbanyak praktek. untuk mempelajari puisi, minta siswa menulis/membaca puisi. untuk apa menghapal ciri-cirinya? begitu pula bahasa inggris, bagaimana bisa siswa indonesia belajar bahasa inggris dengan baik jika penyampaian belajarnya masih 95% bahasa indonesia?

mata pelajaran bertumpuk seperti ini membuat pola pikir siswa menjadi mengejar nilai, bukan mengejar ilmu. ini yang benar-benar aku sayangkan.

belum lagi ujian kelulusan. sistem ujian kelulusan indonesia yang menggunakan Ujian Nasional. Ujian yang dilaksanakan beberapa hari, yang nantinya nilai tersebut akan menjadi patokan kelulusan siswa.  Christine Dessy Natalia memiliki aspirasi sendiri mengenai bentuk ujian kelulusan Indonesia :

" untuk bentuk ujian kelulusan, tiadakan UN. UN selalu jadi momok menakutkan bagi siswa, banyak yang stress karena UN. Kenapa? Karena nggak adil, kita belajar 3 tahun tapi kelulusan ditentukan dalam 3 hari. UN nggak efektif, standar kelulusan dimana-mana sama, tapi standar pendidikan tiap tempat beda-beda. mana bisa standar Jakarta disamakan dengan kota-kota terpencil? belum lagi UN menghabiskan uang negara. untuk rapat, apa segala tetek bengek nya, padahal hasilnya? banyak keluhan kertasnya jelek, UN nggak serentak, masalah percetakan segala. habis uang, hasilnya pun nggak memuaskan. 
Jika aku memilih sekolah dambaanku sendiri, aku ingin UN ditiadakan. Kalau UN ditiadakan setidaknya dana dana tadi bisa dialokasikan untuk memajukan pendidikan seperti biaya pendidikan gratis, biar semua orang bisa sekolah. Bisa juga dipakai untuk renovasi gedung, perbaikan fasilitas, buku gratis dan semacamnya.
UN bisa diganti dengan ujian yang ditentukan sekolah. tapi tetap gurunya harus yang punya kredibilitas untuk menentukan kelulusan siswa. "

pesan dari Christine Dessy Natalia

kami semua berandai-andai sekarang. seandainya kami bisa menghabiskan masa sekolah di sekolah dambaan kami, pasti tidak akan ada keluhan keluhan dan pasti kami akan menjalani sekolah dengan senang hati. mata kami menjadi lebih cerah karena berkurang aral melintang yang membatasi mimpi kami. kami bisa jadi lebih optimis dalam mengejar cita-cita. 

aku dan teman-teman siswa lainnya hanya bisa berharap lebih baik untuk pendidikan Indonesia ke depannya.  salah satunya adalah harapan Farah Nurayya, yang disampaikannya padaku berikut ini :

" harapan aku semoga pendidikan sekolah di Indonesia ini merata, nggak hanya di kota-kota aja, di daerah kecil juga. " 

Pesan dari Farah Nurayya

sementara harapanku sendiri jujur sangat banyak.

aku harap pemerintah Indonesia tak lelah memperbaiki terus sistem pendidikan menjadi lebih baik. meningkatkan keadilan sehingga tidak ada lagi anak-anak kurang beruntung dan perbedaan antara kota dan desa dan mempersatukan tujuan yakni untuk membentuk sumber daya manusia yang berkualitas dengan membantu siswa menggapai cita-cita.

last but not least, semoga anak-anak Indonesia bisa memiliki sekolah dambaan mereka sendiri. amin..

------------------------------

posting ini diikutsertakan dalam kompetisi blog JUKNIS SEKOLAH DAMBAANKU BLOG COMPETITION 2013 yang diselenggarakan oleh @Youth_ESN dan @USBI_Indonesia


Comments

  1. Saya setujuuuuu :D Mengapa harus mengejar nilai tinggi toh nanti saat bekerja yg dibutuhkan hanyalah SKILLS, kemampuan. Bagus sekali postingannya mbak :)

    ReplyDelete

Post a Comment

jangan lupa kasi komen yaa kakaaaa :3

Popular posts from this blog

music is in you, isn't it?

Interpretasi puisi : Aku Ingin, karya Sapardi Djoko Damono

don't judge me if you don't know me