Anak Tiri Ekstrovert

Aku lagi marah sekarang.

Izinkan aku untuk ngomong--maksudku, nulis ngelantur.

--

Kalian pernah nggak sih ngerasa goblok karena ngga ngobrol-ngobrol?

Halo, Selamat datang di duniaku. Dunia yang sangat berisik sekali. Aku mengambil judul "Anak Tiri Ekstrovert" sebenarnya karena aku marah. Kalau kalian ingin tertawa, silahkan lanjutkan membaca ini.

Kenapa aku marah? Nanti dulu aku jelaskan. Sebagai latar, aku mengambil dua pembeda manusia yang kerap kali dijadikan alibi untuk mengotak-ngotakkan insan : Kepribadian ekstrovert dan introvert. Ya, sebenarnya ada yang tengah-tengah disebut 'Ambivert', tetapi anggaplah pada tulisan ini semua merupakan 'hitam' dan 'putih' sehingga yang abu-abu kita abaikan. Aku nggak akan banyak riset data--lagipula ini semua emang ngelantur. Dua kepribadian yang berbeda, kasarnya dapat disebut sebagai 'orang yang terbuka' dan 'orang yang tertutup'. And I curse this freakin personalities so much.


Kenapa aku marah? Nanti dulu aku jelaskan. Sekarang aku coba bertanya ke kalian, ketika kalian sedang scrolling atau browsing tanpa topik tertentu yang ingin kalian ketahui, kalian sering menemukan artikel dengan tema kepribadian ini nggak? Tes kepribadian, 'tanda-tanda bahwa kamu...', dll. Aku ngerasa sering banget. Mungkin karena sekarang artikel-artikel semakin pintar dalam mencari pembacanya dan aku dianggap sebagai orang yang tertarik akan tema tersebut. Tetapi, di beberapa platform yang tidak menggunakan algoritma seperti itu pun juga kerap kutemukan tulisan terkait hal tersebut. Maka, dilihat dari banyaknya artikel terkait hal tersebut, dapat kusimpulkan bahwa tema tersebut memang cukup awam untuk dibahas. Namun, aku merasa bahwa ada satu kepribadian yang sangat disayangi oleh para artikel. Ya, yang satu itu, the Introverts.

Kenapa aku marah? Ini aku mulai jelaskan. Aku menemukan informasi terkait introvert dan ekstrovert ini cukup jomplang (apa sih bahasa indonesianya jomplang). Coba sekarang temen-temen search kata "introverts" dan "extroverts". Hasilnya akan sangat terlihat. Lihat ya.

 
Yang diatas adalah hasil dari pencarian dengan kata kunci "Extroverts". Lihat judul-judul tersebut. Tidak ada yang salah bukan? Nah, sekarang, mari aku perlihatkan hasil dari kata "Introverts".

 

 Oke, masih tidak terlihat ada yang salah? Now take a look a deep closer.

Ketika kalian melihat hasil dari pencarian "Extroverts", yang keluar adalah artikel-artikel dengan judul yang mengarahkan pembaca sebagai orang ketiga. Misal, '5 Ciri-Ciri Kepribadian Ekstrovert'. Dengan judul tersebut, maka arah artikelnya adalah pembaca sebagai orang luar ingin mengetahui 'ciri-ciri ekstrovert itu apa sih?'. Nah, sementara apabila di hasil pencarian "Introverts", artikel yang keluar adalah judul dengan mengarahkan pembaca sebagai orang kedua.  Misal, '8 Tanda Kamu Seorang Introvert'. Terdapat kata "Kamu" disitu. Dengan judul tersebut, maka pembaca sebagai orang yang ingin tahu di dalam diri mereka dengan bertanya 'aku introvert nggak ya?'

Why it matters? Jika kita lihat dari perspektif penulisan artikel, arah pembicaraan orang kedua tentu akan lebih intim kepada pembaca dibanding orang ketiga. Simpelnya seperti ini, jika artikel itu menggunakan orang kedua, maka artikel tersebut sedang 'ngobrol' dengan pembaca. Tetapi, jika artikel itu menggunakan orang ketiga, artikel tersebut sedang 'memberitahu' pembaca tentang sesuatu. Ketika kamu kebingungan di stasiun kereta, yang lebih berkesan adalah kamu ngobrol langsung ke satpam atau mendengarkan pengumuman di speaker? Tentu saja kamu lebih nangkep ketika kamu ngobrol langsung ke satpam, bukan? Nah, sekarang kamu tahu kenapa banyak portal artikel yang menggunakan kata 'kamu' untuk menginformasikan pembacanya. Simply because they want to engage you on it.

Oke, stop ngomongin teori dan kembali ke si extro dan intro. Dengan strategi menulis seperti yang ku jelaskan tadi, sekarang sudah jelas kan segmen pembaca yang lebih pengen di-engaged oleh media? Ya, para introvert. Tapi, bukankah ini menjadi menimbulkan asumsi lain? Kenapa yang introverts? Seakan-akan introverts lah yang kerap kali bertanya-tanya tentang dirinya sendiri. Mereka yang butuh diberitahu dan diberi pembuktian. Maka, sebaliknya, seakan-akan para extroverts sudah paham akan dirinya sehingga tidak butuh pembuktian "Inilah tanda-tanda kamu seorang EkstRov3rts!11!!".

Ironis.


Ini asumsi, lho. Asumsi. Tapi lihat lagi lebih dekat, gaes.

Kita kembali lagi ke hasil pencarian Google tadi. Hasil pencarian "Extroverts" itu semuanya hanyalah artikel-artikel dari biasa. Tapi, hasil pencarian "Introverts" lebih variatif. Ada artikel, video, dan artikel dengan kategori 'Top Stories". Nah, aku highlight lagi hasil videonya. Ada video berjudul "The Power Of Introverts". Nah, ini nih. Sering banget, bener-bener sering banget ada pembahasan seperti ini. Mengambil tema-tema kekuatan dari introverts, pekerjaan yang bisa dilakukan oleh introverts, kualitas dari seorang introverts, dll. Apa kalian pernah baca/lihat artikel tentang "The Power Of Extroverts"? Udah deh, coba buktiin aja lewat google search lagi.



 

See? Itu hasil pencariannya beda 11x lipat! Omg. Ternyata juga ada buku best seller yang membahas khusus tentang hal itu, sehingga mempengaruhi hasil pencariannya. Asumsi baru muncul, mendukung asumsi sebelumnya. Hasil ini seakan-akan memperlihatkan bahwa introverts perlu diyakinkan akan kekuatan mereka, sebaliknya extroverts dianggap sudah memahami potensinya. Now you see me raging, folks.

Oke, sekarang kita coba sedikit analisis kenapa ini semua terjadi. Menurutku pribadi, ini semua terjadi karena paradigma bahwa Extroverts lebih dominan daripada Introverts. Aspek dominan yang paling sederhana adalah ekstroverts lebih sering 'terlihat' di kehidupan sosial. Mereka ada sebagai keynote speakers, pemimpin, orang-orang populer, dll. Pokmen jago ngomong = ekstroverts. Banci tampil = ekstroverts. Nah, paradigma tersebut yang membuat media berusaha 'memperlihatkan' introverts. Memberi 'panggung' bagi para introverts--yang mereka tidak dapatkan di kehidupan sosial.  Padahal yo enggak juga. Siapa bilang semua yang bisa tampil itu extroverts? Hadeh.

Aku seorang extroverts. Sekarang kalian mau tahu ngga rasanya jadi extroverts itu seperti apa? 

Nyatanya, para extroverts tidak se-awam itu. Aku pribadi lebih sering menemukan orang yang tidak extroverts. Aku tidak tahu kehidupan extroverts lain seperti apa. Jadi tulisan ini sekalian caraku untuk mencari orang extroverts lain. Jika kamu membaca ini dan kamu setuju, sila hubungi aq :"

Yang aku rasakan? Ya, menurutku duniaku berisik sekali. Bawaannya selalu pengen ngobrol atau melakukan sesuatu. Kalo berhari-hari aku nggak bersosialisasi sama orang, aku rasanya kayak jadi makin bodoh. Bahkan kayak hari ini, sehari aja di rumah doang bikin aku marah dan menulis ini semua. Makin bodoh maksudku kayak sulit menangkap informasi dengan baik dan nggak bersemangat gitu. Aku ingat ada suatu eksperimen yang aku pernah tonton, dimana ada beberapa orang yang dikurung di satu kamar tanpa bisa ngapa-ngapain untuk beberapa hari. Setelah pengurungan tersebut selesai, mereka diminta untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan matematika sederhana. Hasil dari eksperimen tersebut menyatakan bahwa responden yang extroverts lebih kesulitan untuk menjawab pertanyaan daripada introverts. Iya, science pun membuktikan bahwa memang kami makin bodoh kalau enggak ngapa-ngapain.

Tentu aja ada plus minusnya memiliki kepribadian seperti ini. Namun, yang aku sayangkan adalah fakta-fakta yang telah ku paparkan sebelumnya tadi. Kaumku serasa seperti anak tiri yang 'ah, dia sudah tahu kekuatannya. Kita concern ke adiknya saja' oleh lingkungan. Padahal aku juga kerap complain karena kepribadianku yang seperti ini. Aku harus menghampiri temanku untuk memenuhi kebutuhanku, aku harus menulis segini banyak untuk memenuhi kebutuhanku, aku harus berlelah-lelah untuk memenuhi kebutuhanku. Apa karena aku extrovert maka ketika aku tampil di depan banyak orang aku nggak grogi? Tidak juga. Kayaknya setiap nampil nge MC atau nyanyi, pasti bakal ada yang salah sebut dan fals. Yah, tapi mau gimana yak. Bingung uga.

common signs of extroverts  
aq banged. 
 sumber

Pada akhirnya, meskipun aku udah panjang lebar ngobrolin ini, yang pengen aku bilang adalah bodo amat kepribadianmu apa. Kepribadian ini hanya teori, sisanya dipengaruhi oleh banyak faktor. Hal yang penting adalah kamu kenal kamu siapa dan apa yang harus kamu lakukan untuk memenuhi kebutuhanmu. Teori mah sifatnya cuma pendukung. 

Iya, kesimpulannya ngga nyambung sama sekali kan? Namanya juga ngelantur.

Sekian terimakazi.




Comments

  1. Nice post ..
    Sedikit (agak banyak dikit) ngelantur sih.. tapi tetep good read

    Buat ngobrol mungkin bisa jadi bahan diskusi...

    Sebenernya kalau kepribadian intro/extrovert masih terlalu luas... Makanya ada kaya Myers-Briggs Test dsb untuk kategori lebih rinci
    (www.16personalities.com) (kalau emang pingin tau the power of extrovert , lebih tepatnya setiap cabang personaliti)

    Nah, untuk bahan media,asumsi kenapa banyak yang lebih "Made for introverts" karena introverts didnt talk to people.mereka yang biasa minder liat orang yang jago ngomong, atau nulis ngga berani nyamperin buat ngobrol, tapi cenderung berpikir sendiri dan akhirnya melongok ke internet (as myself being and introvert)

    Buat manfaat dari tes kepribadian, aku rasa cukup bermanfaat lhoo...
    Especially because it's science... Banyak data tentang tokoh terdahulu dengan kepribadian yang sama, dan kamu bisa belajar dari situ... Atau menjadikan teladan....

    ReplyDelete
  2. Sedikit tambahan lagi...
    Ada kisah 3 orang sahabat. Ambivert, Introvert,dan Extrovert. Ketiganya merupakan sahabat setia seperjuangan. Ketiganya pun sukses dalam kehidupan mereka serta sukses menjadi pemimpin. 3 Orang sahabat yang sudah dikenal di seluruh dunia. Nabi Muhammad SAW, Abu Bakar Ash-Shiddiq ra dan Umar bin Khattab ra

    ReplyDelete

Post a Comment

jangan lupa kasi komen yaa kakaaaa :3

Popular posts from this blog

music is in you, isn't it?

Interpretasi puisi : Aku Ingin, karya Sapardi Djoko Damono

don't judge me if you don't know me